Gerakan Peduli Hari Anti Narkoba Internasional 26 juni 2011 dan
Hari Keluarga Nasional 29 juni 2011
PERAN SERTA KELUARGA
MENJADI TAMENG PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Oleh : Agus Samudrajat S, SKM
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Narkoba yang dulu diasumsikan sebagai barang ekseklusif dan hanya digunakan sebagai tempat pelarian pada kalangan menengah ke atas terhadap masalah keluarga terutama broken home, tetapi sekarang digunakan sebagai media hiburan yang dianggap lambang kemajuan dalam pergaulan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional, 2008) dan prevalansi penyalahgunaan narkoba di keluarga, siswa SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta di 30 ibu kota propinsi di seluruh Indonesia, pengguna narkoba bertambah setiap tahunnya.
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun.
Dukungan keluarga, teman maupun pendekatan diri pada Tuhan dapat membantu para pengguna narkoba untuk tidak kembali menggunakan narkoba. Hal ini di dukung oleh Larson, dkk (1990) (dalam Hawari, 1996) bahwa remaja yang berkomitmen agama kurang atau lemah, mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk menggunakan NAPZA dibanding dengan remaja yang komitmen agamanya kuat. Daya tahan terhadap godaan pemakaian narkoba juga dapat dilihat dari kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang sehat dan bahagia mengurangi risiko seseorang terlibat penyalah-gunaan NAPZA, seperti pada hasil penelitian Jacobsen (1987) (dalam Hawari, 2003). Jacobsen (1987) melakukan penelitian dengan membandingkan pada kelompok keluarga yang anaknya terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA dengan kelompok keluarga yang anaknya tidak terlibat penyalahgunaan NAPZA.
Faktor penyebab kekambuhan menurut Hawari (2002), Yanny (2001) dan Somar (2001) (dalam Hadriami, Emmanuela dan Pandarangga, 2003) terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dalam diri mantan pengguna narkoba. Faktrol internal menurut Somar (2001) sebagai faktor kritis dan faktor menegangkan. Faktor kritis merupakan faktor konstitutif yang mengacu pada profil kepribadian. Para pengguna narkoba pada umumnya memang memiliki kepribadian yang mudah tertekan, mudah menyalahkan diri sendiri dan orang lain, kepribadian yang nekat, mudah frustasi dan bingung, dan tidak dapat mengurus diri sendiri. Faktor menegangkan yaitu adanya pikiran-pikiran yang membuat dirinya tegang, emosi yang menyakitkan, situasi yang mencekam dan kesulitan berkomunikasi.
Faktor eksternal adalah penguat atau pendukung faktor internal. faktor eksternal ini berasal dari keluarga, teman sebaya, lingkungan dari mantan pengguna narkoba. Menurut Yani (2001) korban penyalahgunaan NAPZA karena kurangnya dukungan keluarga, dan tidak memiliki kegiatan serta kurang mampu menggunakan waktu luang. Selain itu menurut Hawari (2002) adanya faktor dari teman sewaktu masih menjadi pecandu yang mampu mempengaruhi untuk kembali menggunakan narkoba kembali.
Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi. Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan dan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan. Direktorat Promosi Kesehatan Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa meningkatnya korban penyalahgunaan NAPZA di negeri ini, salah satunya disebabkan karena kurangnya perhatian dan peran keluarga dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dalam lingkup keluarga. Oleh karena itu, masalah ini menjadi pekerjaan rumah kita dan pemerintah selaku keluarga besar bangsa Indonesia harus peduli dengan anggota keluarganya. Kepedulian ini bukan hanya sekedar kata, tulisan atau pemikiran yang tertuang dalam undang-undang dan kebijakan yang tidak ada tindak lanjutnya, tapi berupa kegiatan yang telah direncanakan, dilaksanakan dan di evaluasi secara periodik untuk mengingatkan dan membangunkan masyarakat dengan cara pembinaan/peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) NAPZA sebagai pencegahan pokok (primer) yang harus diutamakan dan dikedepankan dari pada pengobatan/pemulihan (pencegahan sekunder/tersier).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2009 Kami Ingin Sembuh. http://www.Kompas.com diunduh pada tanggal 6 Februari 2009.
Depkes-Kesos RI. 2001. Buku Pedoman Praktis bagi Petugas Kesehatan (Puskesmas) Mengenai Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza). Jakarta; Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
Hadriami, Emmanuela dan Pandarangga M.A.S. 2003. Kebutuhan-Kebutuhan Psikologis Remaja yang Kambuh Menyalahgunakan Narkoba. Psikodemensia Vol. III no2.
Hawari, D. 1996 Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Dana Bakti Prima Yasa Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Wulandari Anggi setio, Liftiah dan Budiningsih Tri Esti. Kecerdasan Adversitas dan Intensi Sembuh Pada Pengguna Narkoba di Panti Rehabilitasi. Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009. Universitas Negeri Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar