CIPTAKAN
LINGKUNGAN DAN SUASANA YANG MENYEHATKAN JIWA
Memperingati
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, 10 Oktober 2011
Setiap tahun tanggal 10 Oktober dunia memperingati Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) Tujuannya adalah untuk menghormati hak-hak Orang
Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK), memperluas program pencegahan masalah kesehatan
jiwa antara penduduk rentan, memperluas pelayanan yang memadai dan mendekatkan
akses bagi mereka yang membutuhkan, serta meningkatkan upaya kesehatan jiwa
secara optimal.
Setiap tahun
tema yang dipakai berbeda-beda sesuai dengan hal apa yang menjadi sangat
prioritas pada kurun waktu tersebut. Untuk tahun ini Federasi Dunia untuk
Kesehatan Jiwa (WFMH) menetapkan tema: "The Great Push: Investing in Mental Health", sebuah seruan untuk mendorong
investasi di bidang kesehatan jiwa. Hal ini dirasa mendesak, karena dampak
masalah kesehatan jiwa menimbulkan beban yang besar terhadap ODMK, keluarga,
teman, masyarakat, maupun pemerintah. Investasi pada kesehatan jiwa tentu dapat
mengurangi beban secara bermakna.
Berdasarkan
Riskesdas 2007 angka rata-rata nasional gangguan mental emosional (cemas dan
depresi) pada penduduk usia 15 tahun adalah 11,6% atau sekitar 19 juta
penduduk. Sedang gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,46% atau sekitar 1
juta penduduk. Sedikit sekali dari jumlah penderita yang besar ini datang ke
fasilitas pengobatan. Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di
tingkat primer, sekunder dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan
>90% (Diatri, 2011). Hal ini berarti bahwa hanya <10% orang dan masalah
kesehatan jiwa terlayani di fasilitas kesehatan. Kerugian ekonomi minimal
akibat masalah kesehatan jiwa berdasarkan hasil Riskesdas 2007 tersebut
mencapai Rp. 20 T, jumlah yang sangat besar dibandingkan masalah kesehatan
lainnya.
Masalah kesehatan jiwa dan psikososial
yang juga penting antara lain: masalah kesehatan jiwa pada TKl, masalah KDRT,
masalah kekerasan/agresivitas di masyarakat, masalah kesehatan jiwa dan
psikososial akibat bencana, angka kejadian bunuh diri yang semakin meningkat,
kenakalan remaja, penyalahgunaan Napza, masalah kesehatan jiwa pada usia
sekolah, serta pemasungan terhadap ODMK. Khusus masalah pasung, estimasi jumlah
pemasungan di Indonesia sekitar 18.800 kasus, suatu jumlah yang cukup besar dan
kebutuhan penanganan.
Selain pembiayaan, investasi juga
termasuk dalam sumber daya manusia (SDM) bagi kesehatan jiwa, baik yang berasal
dari tenaga kesehatan maupun masyarakat, serta program promosi. Investasi dalam
SDM dan promosi kesehatan jiwa sangat krusial dan diperlukan bagi pembangunan
infrastruktur serta layanan kesehatan jiwa yang adekuat, serta perlindungan
terhadap ODMK. Layanan kesehatan jiwa diharapkan lebih efektif, lebih
terjangkau, lebih manusiawi, dapat mencegah terjadinya disabilitas kronik,
sehingga tercapai kesehatan dan kehidupan yang lebih baik. Investasi pada
kesehatan jiwa akan meningkatkan produktivitas kerja dan menurunkan biaya
perawatan dan pengobatan, sehingga akhirnya akan terjadi pengembalian
pembiayaan atau manfaat yang lebih besar dari investasi tersebut.
Investasi yang lebih dini pada anak
dan remaja, juga kepada ibu dalam mempersiapkan diri dan tumbuh kembang putra
putrinya, diharapkan mampu berkontribusi terhadap terciptanya SDM yang unggul
pada tiap tahapan kehidupan di kemudian hari. Investasi pada promosi kesehatan
jiwa dan prevensi terhadap gangguan kejiwaan akan menghasilkan individu dan
masyarakat yang dapat beradaptasi terhadap stres dan konflik sehari-hari,
meningkatkan daya saing, dan pada akhirnya turut serta meningkatkan kualitas
hidup masyarakat Indonesia. Investasi pada kesehatan jiwa juga turut berperan
dalam beberapa upaya pencapaian MDGs di Indonesia, di antaranya adalah pada meningkatnya
kesehatan anak dan ibu, serta pengurangan kemiskinan.
Berdasarkan
latar belakang dari buku pedoman HKJS 2011 diatas maka timbul pertanyaan bagaimana cara menciptakan ligkungan dan
suasana untuk kesehatan jiwa, maka jawaban diantaranya adalah dengan berupaya
menjaga keseimbangan antara badan, pikiran, keyakinan dan lingkungan sebagai
mana pemaknaan sehat menurut WHO. Keseimbangan tersebut supaya bisa diterapkan
dengan baik ditatanan rumah tangga, Tempat-tempat umum, sekolah, tempat kerja
maupun pelayanan kesehatan.
Kesehatan yang optimal merupakan
keseimbangan dinamis fisik, emosional, sosial, spiritual, dan intelektual.
Perubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui kombinasi pengalaman belajar
yang meningkatkan kesadaran, motivasi meningkat, dan membangun keterampilan
dan, yang paling penting, melalui penciptaan peluang bahwa akses terbuka untuk
lingkungan yang membuat kesehatan positif praktik pilihan termudah. Sebagaimana
terlihat dalam gambar dibawah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar